Sabtu, 11 Desember 2010

PERAN BIOLOGI MOLEKULER

PERAN BIOLOGI MOLEKULER
DALAM BIDANG MEDIK VETERINER
A. Latar Belakang
Teori evolusi menyatakan bahwa kehidupan berawal dari sebuah sel yang terbentuk secara kebetulan. Menurut skenario ini, empat miliar tahun yang lalu, berbagai macam senyawa kimia mengalami suatu reaksi di dalam atmosfer purba di bumi saat kekuatan petir dan tekanan atmosfer mendorong terbentuknya sel hidup pertama.
Hal pertama yang mesti dikatakan adalah pernyataan bahwa zat-zat mati bisa bergabung membentuk kehidupan sungguh sebuah pernyataan yang tak ilmiah, yang tak didukung oleh satu pun percobaan atau pengamatan. Kehidupan hanya bangkit dari kehidupan, setiap sel hidup terbentuk dari penggandaan sel hidup lainnya. Tak seorang pun di dunia ini pernah berhasil membuat sebuah sel hidup dengan menggabungkan zat-zat mati, bahkan di laboratorium tercanggih sekalipun. Teori evolusi menyatakan bahwa sebuah sel hidup yang tak bisa dihasilkan bahkan dengan menyatukan segenap daya kecerdasan, ilmu pengetahuan, dan teknologi manusia bagaimana juga berhasil dibentuk secara kebetulan di dalam lingkungan purba di bumi.
Teori evolusi yang menyatakan bahwa kehidupan mewujud secara kebetulan sebab dengan segenap sistem kerja dan sistem-sistem perhubungan, pengangkutan, dan pengelolaan sebuah sel tidak kalah rumitnya dari sebuah kota. Di dalam bukunya Evolution: A Theory in Crisis (Evolusi: Teori dalam Kegentingan), ahli biologi molekuler Michael Denton membahas struktur rumit sel.

B. Biologi Molekuler
Biologi molekular atau biologi molekul merupakan salah satu cabang biologi yang merujuk kepada pengkajian mengenai kehidupan pada skala molekul. Ini termasuk penyelidikan tentang interaksi molekul dalam benda hidup dan kesannya, terutama tentang interaksi berbagai sistem dalam sel, termasuk interaksi DNA, RNA, dan sintesis protein, dan bagaimana interaksi tersebut diatur. Bidang ini bertumpang tindih dengan bidang biologi dan kimia lainnya, terutama genetika dan biokimia.
Para peneliti biologi molekular menggunakan teknik-teknik khusus yang khas biologi molekular, namun kini semakin memadukan teknik-teknik tersebut dengan teknik dan gagasan-gagasan dari genetika dan biokimia. Tidak terdapat lagi garis tegas yang memisahkan disiplin-disiplin ilmu ini seperti sebelumnya. Secara umum keterkaitan bidang-bidang tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:
• Biokimia – telaah zat-zat kimia dan proses-proses vital yang berlangsung pada makhluk hidup.
• Genetika – telaah atas efek perbedaan genetik pada makhluk hidup (misalnya telaah mengenai mutan).
• Biologi molekular – telaah dalam skala molekul atas proses replikasi, transkripsi, dan translasi bahan genetik
Semakin banyak bidang biologi lainnya yang memfokuskan diri pada molekul, baik secara langsung mempelajari interaksi molekular dalam bidang mereka sendiri seperti pada biologi sel dan biologi perkembangan, maupun secara tidak langsung (misalnya dengan menggunakan teknik biologi molekular untuk menyimpulkan ciri-ciri historis populasi atau spesies) seperti pada genetika populasi dan filogenetika.
Pesatnya kemajuan ilmu Biologi Molekuler memberikan kontribusi terhadap perkembangan ilmu Kedokteran molekuler, khususnya dalam bidang Patobiologi molekuler yang mencakup pemahaman sign & symptom secara lebih mendasar. Pemahaman gangguan homeostasis pada tataran molekuler yang belum memunculkan sign & symptom sebagai manifestasi klinik, akan menghasilkan diagnosis molekuler yang bersifat lebih akurat dan dini. Keberhasilan dalam mengungkap Patobiologi molekuler suatu penyakit merupakan titik cerah penanganan paripurna penyakit tersebut, mulai dari pencegahan, diagnosis, dan terapi berdasarkan ”molecular target” nya, sehingga dapat mengurangi morbiditas dan efek samping pada saat intervensi medic.

Universitas sebagai lembaga ilmiah tertinggi mengemban misi Tri Darma Perguruan Tinggi, yang meliputi : pengajaran, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Pengembangan peran dan fungsi di Universitas tidak cukup hanya melaksanakan rutinitas dan mengikuti seminar-seminar ilmiah, tetapi perlu menggalakkan kegiatan riset dan pelayanan masyarakat yang merupakan langkah yang paling tepat guna memperkenalkan kemampuan diri kepada masyarakat ilmiah maupun masyarakat umum (2010, Mudigdo).
C. Perkembangan biomolekuler
Dalam bidang kedokteran (manusia maupun hewan), uji-uji diagnostik merupakan salah satu metode untuk menangani kasus penyakit. Berbagai uji diagnostic telah dikembangkan, baik yang
didasarkan pada teknik kultur agen penyakit, reraksi kimia/ biokimia maupun reaksi imunologik. Dengan berkembangnya teknologi dalam bidang biologi molekuler, maka pengembangan uji-uji diagnostik mulai diarahkan kepada teknologi tersebut yang menggunakan materi genetik sebagai dasar pengujiannya, diantaranya yaitu :

1. Polymerase Chain Reaction (PCR)
Kemajuan dramatis di bidang biologi molekuler dipicu dengan penemuan monumental reaksi berantai polimerasi materi genetis secara in vitro, yang populer disebut PCR (polymerase chain reactions). Reaksi PCR bekerja pada kondisi terkontrol dengan mentargetkan pada susunan nukleotida tertentu pada gen yang menjadi tempat hibridisasi dan sekaligus awal reaksi pencetakan, sehingga dihasilkan potongan gen dengan panjang tertentu yang secara teoritis bisa dihitung ukuran panjangnya. Pengetahuan para ahli pada bukti ilmiah bahwa organisme secara genetis bisa digolongkan ke dalam kelompok prokaryot (bakteri serta organisme yang tida mempunyai selaput inti) dan eukaryot (fungi dan organisme dengan selaput inti sejati), mengilhami bahwa dari susuanan gen yang ukurannya sangat kecil ini (sekitar 1.500 bp untuk prokaryota dan 1.800 bp untuk eukaryota) memungkinkan pengklasifikasian organism (2009, Sujaya).
2. Kloning Ekspresi
Salah satu teknik dasar biologi molekular adalah kloning ekspresi, yang digunakan misalnya untuk mempelajari fungsi protein. Pada teknik ini, potongan DNA penyandi protein yang diinginkan ditransplantasikan ke suatu plasmid (DNA sirkular yang biasanya ditemukan pada bakteri; dalam teknik ini, plasmid disebut sebagai vektor ekspresi). Plasmid yang telah mengandung potongan DNA yang diinginkan tersebut kemudian dapat disisipkan ke dalam sel bakteri atau sel hewan. Penyisipan DNA ke dalam sel bakteri disebut transformasi, dan dapat dilakukan dengan berbagai metode, termasuk elektroporasi, mikroinjeksi dan secara kimia. Penyisipan DNA ke dalam sel eukaryota, misalnya sel hewan, disebut sebagai transfeksi, dan teknik transfeksi yang dapat dilakukan termasuk transfeksi kalsium fosfat, transfeksi liposom, dan dengan reagen komersial. DNA dapat pula dimasukkan ke dalam sel dengan menggunakan virus (disebut transduksi viral). Setelah penyisipan ke dalam sel, protein yang disandi oleh potongan DNA tadi dapat diekspresikan oleh sel bersangkutan. Berbagai jenis cara dapat digunakan untuk membantu ekspresi tersebut agar protein bersangkutan didapatkan dalam jumlah besar, misalnya inducible promoter dan specific cell-signaling factor. Protein dalam jumlah besar tersebut kemudian dapat diekstrak dari sel bakteri atau eukaryota tadi.
3. Elektroforesis Gel
Elektroforesis gel merupakan salah satu teknik utama dalam biologi molekular. Prinsip dasar teknik ini adalah bahwa DNA, RNA, atau protein dapat dipisahkan oleh medan listrik. Dalam hal ini, molekul-molekul tersebut dipisahkan berdasarkan laju perpindahannya oleh gaya gerak listrik di dalam matriks gel. Laju perpindahan tersebut bergantung pada ukuran molekul bersangkutan. Elektroforesis gel biasanya dilakukan untuk tujuan analisis, namun dapat pula digunakan sebagai teknik preparatif untuk memurnikan molekul sebelum digunakan dalam metode-metode lain seperti spektrometri massa, PCR, kloning, sekuensing DNA, atau immuno-blotting yang merupakan metode-metode karakterisasi lebih lanjut.
Gel yang digunakan biasanya merupakan polimer bertautan silang (crosslinked) yang porositasnya dapat diatur sesuai dengan kebutuhan. Untuk memisahkan protein atau asam nukleat berukuran kecil (DNA, RNA, atau oligonukleotida), gel yang digunakan biasanya merupakan gel poliakrilamida, dibuat dengan konsentrasi berbeda-beda antara akrilamida dan zat yang memungkinkan pertautan silang (cross-linker), menghasilkan jaringan poliakrilamida dengan ukuran rongga berbeda-beda. Untuk memisahkan asam nukleat yang lebih besar (lebih besar dari beberapa ratus basa), gel yang digunakan adalah agarosa (dari ekstrak rumput laut) yang sudah dimurnikan.


4. Hibridisasi

Mekanisme dasar di balik uji-uji diagnostik yang menggunakan probe asam nukleat adalah hibridisasi. Teknik ini didasarkan pada perpaduan dua basa nukleotida dan rantai asam nukleat yang komplementer (DNA dengan DNA atau RNA; dan RNA dengan RNA). Teknik hibridisasi meliputi dua proses, yaitu proses denaturasi atau pemisahan dua rantai asam nukleat yang komplementer dari proses renaturasi atau perpaduan kembali dua rantai asam nukleat. Proses denaturasi biasanya dilakukan dengan cara pemanasan DNA untuk memecah ikatan hidrogen yang terdapat di antara pasangan basa sehingga rantai asam nukleat akan terpisah. Proses ini kemudian diikuti dengan proses renaturasi dengan cara pendinginan.

5. Restriction Fragment Length Polymorphism (RFLP)

Teknik ini menggunakan enzim-enzim restriksi yang berfungsi sebagai pemotong DNA rantai ganda pada sekuens yang spesifik, untuk menentukan apakah dua fragmen DNA memiliki kesamaan. Dalam teknik ini, DNA didigesti atau dipotong dengan enzim restriksi tertentu, kemudian dielektroforesis pada gel aganose yang akan memisahkan fragmen DNA yang dipotong sesuai dengan ukurannya. Kalau DNA tidak identik ukurannya, maka pola fragmen DNA pada gel tidak akan sepadan. Bila pola fragmen DNA sarna, maka enzirn restriksi tersebut akan digunakan untuk menentukan apakah dua rantai DNA merniliki kesamaan. Satu rantai DNA yang tidak diketahui dapat diidentifikasi apakah berasal dari agen penyakit tertentu atau tidak dengan cara pembar pola RFLP dengan referensi standar.

6. Sekuensing Asam Nukleat

Sekuensing asam nukleat merupakan suatu metode untuk menentukan urutan-urutan basa nukleotida (A, C, G dan T) dalam suatu gen dan asam nukleat. Saat m sekuensing asam nukleat dapat dilakukan secara otomatis dengan suatu alat yang disebut nucleic acid sequencer. Peralatan tersebut dapat mengidentifikasi secara cepat suatu mikroorganisme berdasarkan sekuens dan genomiknya. Bila alat tersebut aplikasinya dikombinasikan dengan PCR, maka dapat dijadikan suatu alat uji diagnostik yang sensitif dan spesifik. Bagaimanapun uji-uji diagnostik yang didasarkan pada teknik molekuler bukanlah sesuatu yang mudah, melainkan membutuhkan keterampilan khusus. Teknik molekuler tersebut seharusnya digunakan untuk mengembangkan uji-uji diagnostik yang Iebih sensitif dan lebih spesifik dengan biaya yang relatif tidak mahal.
Untuk agen-agen penyakit tertentu metode diagnosis seperti antibodi monokional, ELISA, mikroskop elektron, immunofluoresensi ataupun uji-uii diagnostik konvensional lainnya masih memberikan hasil yang cukup baik. Dengan demikian teknik molekuler hanya akan berfungsi sebagai pelengkap uji- uji diagnostik yang telah ada. Teknik-teknik molekuler yang telah diuraikan tersebut sebaiknya digunakan untuk memahami atau mempelajari agen penyakit pada tingkat molekuler dan interaksinya dengan induk semang.

D. Peranan dan Manfaat
- Suatu teknik modern untuk mengubah bahan mentah melalui transformasi biologi sehingga menjadi produk yang berguna. Supriatna (1992 ) memberi batasan tentang arti lebih lengkap, yakni: pemanfaatan prinsip–prinsip ilmiah dan kerekayasaan terhadap organisme, sistem atau proses biologis untuk menghasilkan dan atau meningkatkan potensi organisme maupun menghasilkan produk dan jasa bagi kepentingan hidup manusia.
- meningkatkan produksi peternakan meliputi : teknologi produksi, seperti inseminasi buatan, embrio transfer, kriopreservasi embrio,fertilisasi in vitro, sexing sperma maupun embrio, cloning dan spliting. rekayasagenetika, seperti genome maps, masker asisted selection, transgenik, identifikasi genetik,konservasi molekuler, peningkatan efisiensi dan kualitas pakan, seperti manipulasimikroba rumen, dan 4) bioteknologi yang berkaitan dengan bidang veteriner (Gordon, 1994; Niemann dan Kues, 2000).
- kemampuan berfikir dan bernalar membuat manusia menemukan berbagai pengetahuan baru. Pengetahuan itu kemudian digunakan untuk mendapatkan manfaat yang sebesar-besarnya dari lingkungan alam yang tersedia. Akan tetapi, sering pula yang kita hasilkan itu menimbulkan pengaruh sampingan yang menimbulkan kemudaratan (Nasoetion, 1999).

Tidak ada komentar: